Perbedaan Sistem Imunitas Bawaan Dan Imunitas Adaptif
Sistem Imunitas Bawaan
• Macrophage, sel dendritik, Naturan Killer (NK) sel, Neutrofil, Eosinofil, sel Mast
• Pada awal infeksi untuk menghancurkan virus, mencegah atau mengendalikan infeksi
• Eksposur menyebabkan respon maksimal segera, berlangsung cepat
• Tidak ada memori imunologikal
• Respon tidak spesifik, umumnya efektif terhadap semua mikroba
• Spesifik untuk molekul dan pola molekular berhubungan dengan pathogen
Sistem Imun Adaptif
• Limfosit B (sel B) dan Limfosit T (sel T)
• Melanjutkan, termasuk pada virus bervariasi, bergantung pada virulensi virus, dosis infeksi dan jalur masuknya virus
• Perlambatan waktu antara eksposur dan respon maksimal
• Eksposur menyebabkan adanya memori imunologikal
• Respon spesifik patogen dan antigen, Spesifik untuk mikroba yang sudah mensintesa sebelumnya
• Sangat spesifik, mampu membedakan perbedaan minor dalam struktur molekul, detail struktur mikroba atau non mikroba dikenali dengan spesifitas tinggi.
Proses Aktivasi Limfosit T dan Produksi Antibodi
Aktivasi limfosit T, khususnya
limfosit Th dari interaksi antara reseptor sel T + kompleks antigen-MHC kelas
II yang terdapat di permukaan APC. Selain menyajikan antigen, APC juga
memproduksi interleukin-1 yang mampu merangsang pertumbuhan sel T. Interaksi
ini merangsang berbagai reaksi biokimia di dalam sel T, diantaranya adalah
perombakan fosfatidil-inositol dan peningkatan konsentrasi ion Ca++ serta
aktivasi protein kinase-C yang diperlukan sebagai katalisator pada fosforilasi
berbagai jenis protein. Reaksi-reaksi diatas mengakibatkan serangkaian
reaksi-reaksi yang menghasilkan ekspresi reseptor IL-2 dan roduksi IL-2 yang
diperlukan untuk proliferasi sel selanjutnya (Grey dkk, 1989; Abbas dkk, 1991;
Roitt dkk, 1993).
Sebagian dari sel T selanjutnya akan berfungsi
sebagai sel T helper-inducer untuk membantu sel B, sebagian lagi akan kembali
dalam keadaan istirahat menjadi sel memori. Aktivasi sel B dapat terjadi atas
rangsangan antigen T-independen tipe Im antigen T-independen tipe II dan
antigen T-dependen. Antigen T-dependen memerlukan bantuan sel Th. Antigen
T-independen tipe I dalam konsentrasi tinggi mampu merangsang sel B secara
poliklonal tanpa mengindahkan spesifsitas reseptor permukaan sel B. Contoh
antigen seperti ini adalah lipopolisakarida pada permukaan sel bakteri. Tetapi
pada konsentrasi rendah sel B dengan sIg spesifik sebagai reseptor dapat
menangkap antigen sehingga sel teraktivasi.
Antigen T-independen tipe II adalah antigen yang
tidak segera dirombak didalam tubuh misalnya polisakarida pneumokokus, polimer
polivinilpirolidon (PVP) yang mampu merangsang sel B tanpa banuan sel Th.
Antigen dapat melekat dengan aviditas kuat pada permukaan sel B dengan ikatan
multivalen melalui sIg. Pada umumnya antigen T-independen merangsang
pembentukan IgM. Sebagian besar antigen adalah T-dependen yang berarti respon
pada sel B baru dapat terjadi atas rangsangan sel T. Agar sel B apat dirangsang
oleh sel T maka MHC kelas II pada permukaan kedua sel harus sesuai. Hal ini
penting untuk interaksi antara sel T dengan sel B dalam keadaan istirahat
(resting B cells). Dilain pihak sel B yang sudah teraktivasi oleh kompleks
antigen-MHC yang relevan.
Sel T yang diaktivasi oleh antigen akan
memproduksi interleukin-2 (IL-2) yang diperlukan untuk proliferasi sel T
sendiri, disampign itu sel T juga memproduksi berbagai faktor atau limfokin
yang dapat merangsang perubahan pada berbagai jenis sel antara lain sel B, sel
T sitotoksik, makrofag dan lain-lain karenanya sel itu disebut sel T inducer
(Grey dkk, 1989; Hendrik, 1989; Vitetta dkk, 1989).
Berbagai jenis limfokin yang
diproduksi oleh sel T dan dipergunakan untuk merangsang sel B adalah: B-cell
stimulatory factor (IL 4), B-cell growth factor (II-6), B-cell differentiation
factor-µu (BCDF- µu) dan BCDF-gamma serta gamma interferon. Dengan rangsangan
limfokin diatas sel B berproliferasi dan berdiferensiasi lebih lanjut menjadi
sel plasma dan memproduksi imunoglobulin. BCDF- µu merangsang produksi IgM yang
diproduksi menjadi IgG dan selanjutnya akan terjadi sintesa dan sekresi
immunoglobulin oleh sel plasma (Abbs dkk, 1991; Kresno, 1991).
Selain berkembang menjadi sel plasma
yang memproduksi imunoglobulin, stimulasi sel B perawan menyebabkan terbetuknya
klon sel B yang perlahan-lahan kembali leleadaan istirahat dan menjadi sel
memori. Sel ini seringkali mengekspresikan reseptor yang mengalami mutasi dan
menunjukkan afinitas yang lebih tinggi. Sel B memori maupun sel T memori akan
meninggalkan kelenjar limfe, limpa atau jaringan limfoid lain kemudian masuk
kedalam pembuluh limfe dan pembuluh darah untuk melakukan surveillance
(Bellanti, 1985; Subowo, 1993; Kresno, 1991).
Respon imun sekunder pada umumnya timbul lebih
cepat dan lebih kuat dibandingkan dengan respon primer. Hal ini disebabkan oleh
karena adanya sel T dan sel B memori serta antibodi yang tersisa. Antigen dapat
dikenal oleh sel B spesifik secara lebih efisien. Dalam hal ini sel B bertindak
sebgai APC. Karena jumlah sel T dan sel B spesifik lebih banyak, kemungkinan
untuk berinteraksi dengan antigen lebih besar, sehingga titer antibodi juga
cepat meningkat. Disamping itu antibodi yang tersisa juga dapat bereaksi dengan
antigen sehingga kompleks antigen antibodi lebih mudah ditangkap oleh APC dan
diproses dan selanjutnya akan terjadi stimulasi sel T dan sel B seperti halnya
pada respons imun tetapi dengan kecepatan efisiensi lebih tinggi (Bellanti,
1985;Roitt dkk, 1993).
MEKANISME PENGENALAN ANTIGEN PADA RESPON IMUNITAS BAWAAN
Pathogen dapat masuk ke dalam tubuh melalui
lapisan mucosal (jalan pernapasan, sal.pencernaan, sal.reproduksi) dan
eksternal epithelial (kulit, melalui luka dan gigitan serangga). Akan tetapi
tubuh memiliki barier/pertahanan awal. Yaitu secara Mekanikal (sel epitel,
silia), Kimiawi (asam lemak, PH rendah, enzyme) dan secara Mikroblial (flora
normal pd kulit dan pencernaan). Semuanya berfungsi agar pathogen tidak masuk. Biasanya
pathogen masuk, menempel dan membentuk koloni. Barier diatas untuk mencegah
patogen membentuk koloni. Bilamana pathogen bisa melewati barier-barier
tersebut, maka tubuh memiliki pertahanan yang berikut yaitu pathogen akan
berhadapan dengan Makrofag, Dendritic sel, Complement System dan Natural Killer
Cell. Masing-masing akan mengenali pathogen yang berbeda.
Reseptor yang terdapat pada sistem imun
bawaan, adalah PRRs (Pattern Recognition Receptor). Reseptor ini yang akan
mengenali pola-pola tertentu yang ada pada pathogen. Reseptor ada pada makrofag
dan dendritic sel karena mereka yang pertama kali bertemu dengan pathogen.
Makrofag dikenal sebagai profesional fagositik
selain fungsi sebagai APC (Antigen Presenting Cell). Dendritik sel merupakan
professional sebagai Antigen Presenting Cell yang juga berperan bersama
makrofag dalam fagositosis. Oleh karena itu, makrofag dan dendritic sel
dilengkapi oleh berbagai macam reseptor untuk mengenali sel tubuh sendiri atau
sel dari pathogen-pathogen yang bermacam-macam. Adapun reseptornya adalah,
scavenger reseptor, mannose reseptor, toll like reseptor(signaling reseptor)
dan CD14/LPS reseptor.
Manose Binding Lectin mengenali permukaan
bakteri. Signaling reseptor, yaitu toll like reseptor terutama untuk LPS, yang
akan berikatan dengan LBP dan akan mendekati CD14, interaksi ini akan
mengaktifkan NF kappa B, yang merupakan fc transkripsi, yang akan menghasilkan
sitokin. Ada 13 toll like reseptor, yang spesifik TLR3,7,9 yang mengenali
virus, terletak didalam endosom, yang lainnya terletak dipermukaan. Masing2 TLR
berbeda fungsinya didalam mengenali antigen yang sesuai dengan reseptornya.
Seperti virus, bakteri, fungi, protozoa. TLR juga bisa mengaktifkan interferon.
Makrofag, yang ada dijaringan, bila ada infeksi, makrofag akan teraktivasi,
melakukan endositosis, degradasi enzimatik, dan melepaskan kemokin, sitokin.
Makrofag nantinya meng-engulf pathogen, dan di digest dengan cara nitric oxide
(sering). Kemudian menghasilkan sitokin, kemokin dan lipid mediator, yang
semuanya bisa mendatangkan terjadinya inflamasi. Memanggil netrofil, monosit.
Adapun reaksi Inflamasi diperlukan oleh tubuh, sebagai warning system dan untuk
melokalisasi infeksi.
Complement System. Dibagi dgn 3 cara yaitu
Classical pathway, Lectin (mannose binding) pathway dan Alternative pathway.
Ketiga rute ini akan menghasilkan 3 efek yaitu opsonisasi (suatu komponen
menjadi lebih mudah untuk difagosit), inflammatory molecule dan membrane attack
complex (membuat lubang). Classical pathway, aktivasinya antara antigen dan
antibody, lectin pathway, dengan perantaraan karbohidrat, alternative pathway
caranya langsung pada pathogen. Intinya pada molekul C3 convertase.
Natural Killer Cell. Adalah bagian dari sistem
imun bawaan tapi khusus untuk sel yang terinfeksi virus. NK T sel untuk sel
yang mengalami keganasan (Sel tumor). Makrofag dan komplemen sistem lebih
kearah bakteri, fungi, dll. NK cell professional ke virus.
NK sel mengenali sel mana yang terinfeksi dan
mana yang sehat. Ada kerja dari KIR (killing inhibitory reseptor) dan KAR
(killing activating reseptor).Pada sel normal, MHC1 mengenali killing sel
imunoglobulin like reseptor /KIR, maka sel yg tadi dikenali tidak akan dibunuh
oleh NK sel. Karena ada MHC1 maka KIR teraktivasi.
Pada kondisi yang lain, sel mengalami infeksi
virus, akan menghambat supaya antigennya tidak dipresentasikan. Maka MHC1 tidak
muncul dipermukaan. Bila MHC1 tidak ada, KIR menyala, dan sel akan dibunuh oleh
NK sel. MHC1 juga bisa berubah. Akan tetapi nantinya tetap tidak dikenali oleh
KIR, maka akan dibunuh oleh NK sel.
Referensi :
Murphy, K., Traver, P., Walport, M., 2008,
Janeway’s Immunobiology, Seventh Edition, Garland, Science, New York.
Bratawidjaja, KG., 2009, Imunologi Dasar, Edisi
VIII, FK UI, Jakarta
http://id.wikipedia.org/wiki/Imunitas
Proses
Maturasi dan Aktivasi limfosit T dan B, pengenalan antigen
MATURASI LIMPOSIT T
Perkembangan T cell precursor dimulai di dalam
sumsum tulang. T cell precursor bermigrasi ke dalam organ Thymus dan proses
maturasi terjadi. Di dalam Thymus bagian subkapsular, T cell precursor menjadi
timosit imature dan terjadi diferensiasi dan proliferasi dengan proses
pembentukan gen TCR (T cell Receptor), CD8+ dan CD4+ dan diekpresikan (Double
Positif Tymocyte), sebagian besar timosit imature mati dan sisanya terus
berdeferensiasi. Pada daerah cortex di sel-sel epitel ( Thymic Epithelial cell)
terjadi proses seleksi positif. Seleksi positif terjadi dengan cara reseptor
tersebut mengenali MHC yang dipresentasikan oleh APC. Apabila MHC class I
dikenali oleh CD8+ dan MHC class II dikenali oleh CD4+ kemudian menempel pada
TCR maka timosit imature tetap hidup bila tidak mengenali APC tersebut maka
akan mati atau mengalami apaptosis kemudian difagosit oleh makrofag Selanjutnya
dilakukan seleksi negative, yaitu, timosite imature diuji dengan self antigen
atau antigen tubuh sendiri. Bila mengenali atau pengenalan self reactive cell
maka timosit imature akan mati. Timosite mature/naïve melewati dinding venule
postkapilar mencapai sirkulasi sistemik dan menempati organ limfoid perifer.
Pengenalan TCR terhadap Antigen
berfungsi
dalam proses inflamasi dan memperbaiki jaringan yang rusak. Fungsi sel Th1
adalah pertahanan terhadap infeksi mikroba intraseluler yang mengaktifkan sel
efektor. Kerjasama antara sel T dan fagosit merupakan kerja antarsel
nonspesifik yang terjadi melalui sitokin.g yang
meningkatkan imunitas selular fagosit berupa makrofag. Makrofag yang diaktifkan
oleh IFN-gTimosite mature/naïve sel
T dapat mengenal antigen yang dipresentasikan oleh APC. Sel Th memberikan
respon terhadap antigen dengan menghasilkan sitokin. Sel Tc memberikan respon
terhadap antigen yang berkembang menjadi sel CTL yang dapat memusnahkan sel
sendiri. Aktivasi sel T membutuhkan sinyal yang direspon oleh reseptor TCR,
adanya molekul stimulatori, dan sitokin. Reseptor sel T hanya mengenal dan akan
mengikat fragmen yang berhubungan dengan MHC. Sel T CD4+ yang berdiferensiasi
menjadi Th2, mensekresikan IL-4 dan IL-5. IL-4 merangsang sel B untuk
memproduksi IgE yang berikatan dengan sel mast. IL-5 mengaktifkan eosinofil
sebagai respon terhadap patogen yang berupa cacing. Sitokin yang dihasilkan
oleh Th2 menghambat aktivasi makrofag dan reaksi Th1. Sel CD4+ berdiferensiasi
menjadi sel efektor Th1 yang mensekresikan IFN-
MATURASI LIMFOSIT B
Prekursor sel B berkembang menjadi sel B
immature di dalam sumsum tulang kemudian terjadi proliferasi dan deferensiasi
yang ditandai dengan pembentukan BCR atau BCR somatic gen rearrangement, yaitu
pembentukan reseptor yang dipresentasikan pada permukaan membrane. Setelah
terbentuk IgM dalam tahap immature dalam sumsum tulang, sel B immature
bermigrasi ke limpa atau disebut dengan sel B transisional, kemudian mengalami
deferensiasi menjadi limfosit B mature. Pengembangan sel B terjadi melalui
beberapa tahapan, setiap tahap mewakili perubahan genom pada lokus antibodi.
Antibodi ini terdiri dari dua rantai identik Light (L)atau light chain dan dua
rantai identik heavy (H) atau heavy chain, dan gen-gen ditemukan di daerah 'V'
(Variable) dan daerah 'C' (Constant) . Dalam heavy chain, daerah 'V' memiliki
tiga segmen; V, D dan J, yang dikombinasikan secara acak, dalam proses yang
disebut rekombinasi VDJ, untuk menghasilkan sebuah variabel unik imunoglobulin
domain di masing-masing sel B.
Sebagian besar sel B immature mati serta sisanya
terus berdeferensiasi Setelah itu terjadi seleksi negative yaitu bila reseptor
mengenali self antigen atau self reactive cell maka sel B immatur akan mati,
bila tidak mengenali, maka akan tetap hidup. Sel B mature/naïve melewati
dinding venule postkapilar mencapai sirkulasi sistemik dan menempati organ
limfoid perifer. Seleksi positif bila sel B mampu masuk ke organ sekunder
tersebut.
Ketika sel B mengalami kegagalan dalam setiap
langkah dari proses maturasi, sel B akan mati melalui mekanisme apoptosis,
dalam hal ini disebut clonal deletion. Jika telah mengenali self-Antigen selama
proses maturasi, sel B akan mengalami apoptosis ( seleksi negatif). Setelah
teraktivasi, sel B akan terbentuk menjadi sel B memori sebagai bagian dari
sistem imun adaptif.
Referensi :
Baratawidjaja, K.G, Iris G. 2009. Imunologi
Dasar. Edisi ke-8. FK UI. Jakarta
Murphy, Travers, Walport. 2008. Janeway’s
Immunobiology.7th Ed. Garland Sciene.
Respon
Imun Terhadap Infeksi Parasit
Parasit mengevasi imunitas protektif dengan mengurangi
imunogenisitas dan menghambat respon imun host. Parasit yang berbeda
menyebabkan imunitas pertahanan yang berbeda.
1. Parasit mengubah permukaan antigen mereka
selama siklus hidup dalam host vertebrata. Dua bentuk variasi antigenik: 1.
Stage-specific change dalam ekspresi antigen, misalnya antigen stadium sporosit
pada malaria berbeda dengan antigen merozoit. 2. Adanya variasi lanjutan
antigen permukaan mayor pada parasit, misalnya yang terlihat pada Trypanosoma
Afrika: Trypanosoma brucei dan Trypanosoma rhodensiensi. Adanya variasi
lanjutan kemungkinan karena variasi terprogram dalam ekspresi gen yang mengkode
antigen permukaan mayor.
2. Parasit menjadi resisten terhadap mekanisme
efektor imun selama berada dalam host. Misalnya larva Schistosomae yang
berpindah ke paru-paru host dan selama migrasi membentuk tegumen yang resisten
terhadap kerusakan oleh komplemen dan CTLs.
3. Parasit protozoa dapat bersembunyi dari
sistem imun dengan hidup di dalam sel host atau membentuk kista yang resisten
terhadap efektor imun. Parasit dapat menyembunyikan mantel antigeniknya secara
spontan ataupun setelah terikat pada antibodi spesifik.
4. Parasit menghambat respon imun dengan
berbagai mekanisme untuk masing-masing parasit. Misalnya Leishmania menstimulus
perkembangan CD25 sel T regulator, yang menekan respon imun. Contoh lain pada
malaria dan Tripanosomiasis yang menunjukkan imunosupresi non spesifik.
Defisiensi imun menyebabkan produksi sitokin imunosupresi oleh makrofag dan sel
T aktif serta mengganggu aktivasi sel T.
Regulasi imun adaptif sebagai respon terhadap
infeksi malaria dilakukan oleh sitokin yang diproduksi oleh sel pada respon
imun adaptif. Parasit dikenali oleh pattern-recognition receptors (PRRs),
seperti Toll-like receptors (TLRs) dan CD36, atau sitokin inflamatori, seperti
interferon- gamma (IFN-gamma), dendritic cells (DCs) mature dan bermigrasi ke
spleen — area primer respon imun menyerang stadium Plasmodium di darah. Maturasi
sel dendritik berasosiasi dengan upregulasi ekspresi MHC II, CD40, CD80, CD86
dan molekul adhesi dan produksi sitokin termasuk interleukin-12 (IL-12). IL-12
mengaktivasi natural gamma killer (NK) cells untuk memproduksi IFN- dan
menginduksi diferensiasi T helper 1 (TH1) cells. Produksi sitokin, IFN-gamma,
oleh NK cells menyebabkan maturasi sel dendritik dan meningkatkan efek parasit
yang diturunkan dari rangsangan pematangan, memfasilitasi ekspansi klonal
antigen sel T CD4 naive spesifik. IL-2 yang diproduksi oleh antigen sel Th1
spesifik kemudian mengaktifkan NK cell untuk memproduksi IFN-gamma, yang
menginduksi maturasi sel dendritik dan mengaktivasi makrofag. Sitokin, seperti
IL-10 dan pembentukan TGF-beta meregulasi innate dan adaptive immune responses:
NO (nitric oxide); TCR (T-cell receptor); TNF (tumour-necrosis factor).
Major
Histocompatibility Complex (MHC)
Pengertian Major Histocompatibility
Complex (MHC)
Histocompatibility Complex (MHC)
adalah molekul protein yang berguna untuk tempat mengenali fragmen antigen,
merupakan seluruh kompleks aloantigen yang terdapat pada permukaan sel manusia.
Aloantigen adalah antigen yang dapat
dikenali oleh antiserum pada permukaan sel dari individu lain. HLA adalah MHC
pada manusia yang merupakan region genetik luas yang menyandi molekul MHC-I,
MHC-II dan protein lain. Ekspresi MHC disandi oleh gen pada kromosom 6.
Ada 3 kelas MHC yaitu MHC kelas I, MHC kelas II
dan MHC kelas III. Dimana MHC kelas I dan MHC kelas II digunakan untuk
mengenali antigen
PROSES DEGRADASI (PEMROSESAN DAN PRESENTASI)
ANTIGEN
Antara lain ada 3 cara antigen diproses dan di
presentasikan :
1. Protein asal pathogen ekstraseluler dipecah,
diproses melalui jalur eksogen
2. Protein yang diproduksi endogen (self-protein
dan protein virus) diproses melalui jalur endogen
3. Lipid dan derivatnya diproses seperti protein
ekstraselluler dan endosom, bersama CD1, molekul serupa MHC dan dipresentasikan
ke sel negative ganda atau sel T CD8 yang sering memiliki reseptor γδ.
PERBEDAAN PRESENTASI ANTIGEN PADA MHC KELAS I
DAN MHC KELAS II
MHC kelas I :
1. Struktur MHC kelas I
a. Tersusun dari 2 rantai yaitu: rantai α:
α1,α2,α3 dan rantai β2-mikroglobulin
b. Mempunyai 1 molekul transmembran yang menembus
membran sel APC
c. Pada proses sintesisnya, sisi pengikatan Ag
tidak ditempati oleh molekul penghalang
2. MHC I berikatan dengan sel T CD 8
3. Menggunakan TAP ( Transporter Antigen
Protein) sebagai chemoattractant
4. Mempresentasikan Ag intraseluler, ukuran
fragmen peptida 8-10 asam amino, sehingga fragmen antigen virus dipresentasikan
oleh MHC kelas I
5. Enzim yang berperan dalam pembentukan peptide
adalah proteosom sitosolik.
6. Tempat pepide berikatan dengan MHC adalah di
reticulum endoplasma
7.
Dipresentasikan oleh semua sel berinti. Sel menjadi tidak terdeteksi oleh sel
NK, sehingga dapat menghentikan aktivitas sel NK,
8. Diekspresikan pada sel hematopoietik
MHC kelas II :
1. Struktur MHC kelas II
a. Tersusun dari 2 rantai yaitu rantai α :
α1,α2, dan rantai : β1 , β2
b. Mempunyai 2 molekul transmembran yang
menembus membran sel APC
c. Pada proses sintesisnya, sisi pengikatan Ag
ditempati oleh molekul penghalang: Li dan CLIP, diperlukan HLA-DM untuk
melepaskan CLIP dari ikatanya sehingga dapat ditempati oleh fragmen peptide
antigen.
2. MHC II berikatan dengan sel T CD 4
3. Mempresentasikan Ag ekstraseluler, dengan
ukuran fragmen peptida lebih dari 13 asam amino sehingga fragmen bakteri akan
dipresentasikan oleh MHC II
4. Enzim yang berperan dalam pembentukan peptide
adalah protease endosom dan lisosom (misalnya katepsin)
5. Tempat peptide berikatan dengan MHC di
kompartemen khusus dalam vesikel
6. Dipresentasikan oleh sel dendritik, makrofage
dan lymposit B.
7. Diekspresikan pada sel hematopoietik dan sel
stromal pada timus
PERSAMAAN PRESENTASI ANTIGEN PADA MHC KELAS I
DAN MHC KELAS II
1. Sama-sama dipresentasikan di permukaan APC
2. Setiap MHC hanya mampu mengikat satu fragmen
antigen pada satu waktu
3. Fragmen antigen yang dipresentasikan hanya
rantai asam amino
4. Peptida ditempatkan pada MHC saat berada di
intraseluler
Judul: Materi Imunologi Dasar : Sel Limposit T dan Limposit B serta MHC
Rating: 100% based on 99998 ratings. 5 user reviews.
Ditulis Oleh 3:25 PM
Rating: 100% based on 99998 ratings. 5 user reviews.
Ditulis Oleh 3:25 PM
0 komentar:
Post a Comment
Silahkan Tinggalkan Komentar atau Pertanyaan Anda : JANGAN komentar yang tidak berhubungan dengan materi dan JANGAN tinggalkan link web karena dianggap spam. Blog ini dofollow sehingga anda akan mendapatkan Backlink gratis.